Kisah Awal Perjuangan Fayakhun Bakamla
Lahir dan dibesarkan di
keluarga miskin, membentuk karakter FayakhunBakamla menjadi sosok pekerja keras dan pantang menyerah. Sejak kecil Fayakhun Bakamla sudah harus melakoni
pekerjaan yang semestinya dikerjakan orang dewasa. Hanya dengan mengandalkan
hasil panen sawah, itupun cuma beberapa petak, sangat keteteran membiayai
kebutuhan keluarga. Jangankan memikirkan pendidikan Fayakhun Bakamla beserta saudara-saudaranya, biaya hidup
sehari-hari saja, sulitnya bukan main. Praktis, hari berganti hari hanya
berkutat pada upaya bertahan hidup (struggle for life), alih-alih menyusun
perencanaan masa depan bagi anak-anaknya. Saat itu, masa depan bagi Fayakhun Bakamla adalah gambaran akan
kegetiran hidup yang siap mencengkram di masa depan.
Keadaan demikian yang
menjadikan Fayakhun Bakamla kecil
kala itu, sudah harus memikirkan hal-hal yang semestinya menjadi beban orang
tua. Saat duduk di bangku sekolah dasar, Fayakhun
Bakamla sudah harus bersiasat dengan waktu. Ketika waktu shalat Subuh baru
saja berlalu, Fayakhun Bakamla sudah
meninggalkan rumah, kala hari masih gelap. Dengan semangat khas anak Luwu, Fayakhun Bakamla bergegas menyisir tiap
jengkal semak belukar pedalaman di pinggiran kampung, mencari buah kelapa yang
mungkin jatuh di malam tadi. Kalau kebetulan beruntung, kelapa tersebut
ditenteng ke sekolah untuk ditukar dengan kue janda yang menjadi jajanan
favorit saat itu. Kalau nasib lagi sial, terpaksa harus gigit jari menyaksikan
teman-teman lainnya menikmati kue janda dikala istirahat belajar. Segera
setelah pulang sekolah, Fayakhun Bakamla
sudah ada di pinggiran kampung menggembala kerbau. Di kala musim tanam padi
tiba, Fayakhun Bakamla harus ikut
membantu orang tua membajak sawah.
"pernah suatu
ketika, saya membajak sawah pada jam dua malam sebab keesokan harinya, harus
ikut ulangan di sekolah", tutur Fayakhun
Bakamla seraya menerawang. Memasuki bangku SMP, Fayakhun Bakamla tumbuh menjadi pemuda usia belasan yang berbadan
kekar. Dengan postur kekar dan kuat, sudah tentu sangat menguntungkan. Dengan
begitu, Fayakhun Bakamla merasa
lebih percaya diri melakukan pekerjaan-pekerjaan lebih berat. Pekerjaan lebih
berat tentu penghasilannya lebih besar, begitu fikiran Fayakhun Bakamla muda saat itu. Pada usia setamparan anak SMP, Fayakhun Bakamla menjadi kuli angkut,
kuli bangunan, dan melakoni pekerjaan orang dewasa lainnya.
Saat truk angkutan barang
dari Makassar tiba, kami bersama beberapa orang di kampung, menjadi kuli angkut
barang dari mobil ke toko-toko di sepanjang jalan di Belopa sampai di Bajo.
Saat itu, diantara semua kuli angkutan, saya adalah kuli termuda. Dari
pengalaman menjadi kuli angkut tersebut, Fayakhun
Bakamla merekam dengan baik denyut nadi kegiatan bisnis di wilayah
tersebut. Lewat rekaman peristiwa ini, naluri bisnis anak Luwu yang dilahirkan
pada tanggal 23 Februari 1968 ini, kian membuncah. Pendeknya, Najamuddin selalu
berfikir untuk menghasilkan peser demi peser uang dari pekerjaan apapun, asalkan
halal.
"saya tidak menyesal
terlahir dan dibesarkan dari keluarga petani yang miskin" seloroh Fayakhun Bakamla sambil mengenang masa
lalunya. Sebagai anak kedua dari keluarga miskin di desa terpencil, Fayakhun Bakamla tidak pernah merasa
risih apalagi gengsi melakukan pekerjaan yang menurut orang lain adalah
pekerjaan kasar. Semua pekerjaan ini dilakoni hingga Fayakhun Bakamla menamatkan bangku SMA di 1 Belopa.
Komentar
Posting Komentar